Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan - Feed Complete Block (FCB), Amoniasi dan Mineral Block
BAB I
1.1 Latar belakang
Hijauan yang merupakan sumber makanan ternak terutama ternak ruminansia selain merupakan kebutuhan pokok untuk pertumbuhan dan sumber tenaga, juga merupakan komponen yang sangat menunjang bagi produksi dan reproduksi ternak. Jenis hijauan seperti rumput maupun kacang-kacangan (leguminosa) dalam bentuk segar atau kering haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup sepanjang tahun karena jenis hijauan ini umum dikonsumsi oleh ternak. CFB adalah pakan formula yang lengkap, mengandung energi, protein, mineral, vitamin dan bahan tambahan lainnya yang bersifat fungsional untuk menghambatkan pembentukan methan dalam pencernaan, untuk pembentukan protein dari N sumber pakan dan peningkatan aktivitas mikroba rumen. Keuntungan pembuatan CFB adalah cara pemberian pada ternak lebih efisien, nilai nutrisi dalan CFB lebih lengkap dan daya simpan lebih lama.
Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling banyak tersedia dan sering digunakan sebagai pakan pada saat persediaan rumput kurang. Produksi jerami padi bervariasi yaitu mencapai sekitar 12–15 ton per hektar dalam satu kali panen, atau 4–5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanamannya, secara keseluruhan mencapai 128 juta ton untuk luas panen 10,7 juta hektar (BPS Indonesia, 2005). Jerami padi merupakan bahan pakan ruminansia yang tergolong bahan pakan yang berkualitas rendah, karena jerami padi tersusun oleh selulosa, hemiselulosa, silika dan lignin. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi, salah satu upaya yang murah, praktis dan hasilnya disukai ternak adalah teknik amoniasi. Peningkatan kualitas jerami padi dapat dilakukan secara kimia melalui amoniasi menggunakan urea.
Mineral Block merupakan salah satu bentuk pakan olahan yang diharapkan mampu menyediakan pakan suplemen mineral dan nitrogen yang murah bagi ternak ruminansia. Dengan di bentuknya seperti blok-blok memudahkan kita dalam penyimpanan dan transportasi/ pemindahannya. Selain itu, mineral blok memiliki tekstur keras dan tahan terhadap benturan. Hal ini juga dipengaruhi oleh penggunaan molasses dalam pembuatan mineral block disamping penambahan semen.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas fisik dan kimia feed complete block rumput lapang, mengetahui perbedaan kualitas fisik dan kimia jerami padi yang diamoniasi menggunakan urea dengan persentase yang berbeda-beda dan untuk mengetahui kualitas Fisik dari Mineral Block dengan bahan dasar yang berbeda.
1.3 Manfaat
Manfaat diadakannya praktikum ini adalah agar praktikan memperoleh pengetahuan dan pengalaman, serta menambah wawasan praktikan mengenai Mata kuliah Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan, terutama mengenai feed complete block, Amoniasi dan Mineral Block.
BAB II
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Feed Complete Block ini dilaksanakan dari tanggal 10 - 21 februari 2018, praktikum Amoniasi dilaksanakan tanggal 17 februari - 10 Maret 2018. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium.
2.2 Materi
Bahan yang digunakan pada pembuatan feed complete block rumput lapang ini diantaranya Rumput lapang 20%, Bungkil Kelapa 20%, Jagung Halus 24%, Dedak halus 21%, Molasses 5%, Tepung Tapioka 8%, Urea 1%, dan Mineral Mix 1%. Peralatan yang digunakan terdiri dari pipa paralon 4 inch 3 buah, triplek berbentuk lingkaran 6 buah, terpal hitam ukuran 1x1 m, triplek 1x0,5 m, botol 3 buah. Bahan yang digunakan saat praktikum amoniasi adalah Jerami padi 300 gram yang telah dipotong kira-kira sepanjang 2 cm, urea (4%, 6%, 8% dan 10 %) dan air untuk melarutkan urea. Peralatan yang digunakan saat praktikum amoniasi adalah terpal hitam ukuran 1 x 1 m, kantong plastic bening, cup/gelas plastik dan tali rafia. Bahan yang digunakan saat praktikum mineral block yaitu Tepung daun singkong 32%, Molases 22%, Onggok 10%, Garam Halus 10%, Mineral Mix 4%, urea 8%, Semen 8%, Air 6%. Peralatan yang digunakan terdiri dari pipa paralon 4 inch 3 buah, triplek berbentuk lingkaran 6 buah, terpal hitam ukuran 1x1 m, triplek 1x0,5 m, botol 3 buah.
2.3 Metoda
Metoda yang digunakan pada praktikum feed complete block yaitu Rumput lapang terlebih dahulu dipotong hingga berukuran kecil kira-kira 2 cm, kemudian dijemur dan digiling. Setelah semua alat dan bahan siap, pembuatan feed complete block dapat dilakukan. Campurkan urea dengan feed mixs hingga homogen, kemudian sisihkan (campuran I). Campur dedak halus dan bungkil kelapa, aduk hingga homogen. Tambahkan jagung halus sedikit demi sedikit hingga homogen (campuran II). Kemudian campuran I dan II dicampur hingga homogen, tambahkan rumput lapang sedikit demi sedikit hingga homogen pula. Tambahkan molasses, kemudian homogenkan. Tambahkan tepung tapioka yang sudah diencerkan dengan air, kemudian homogenkan. Siapkan paralon, kemudian letakkan triplek sebagai alas, masukkan sampel dan tutup kembali dengan triplek. Pukul-pukul hingga memadat dan tercetak berbentuk block-block, keluarkan dari cetakan. Pembuatan Feed complete block pun selesai. Kemudian dilakukan uji fisik dan uji kimia pada setiap lama penyimpanan (Hari ke-3, 6 dan 9).
Metoda yang digunakan pada praktikum Amoniasi yaitu bentangkan terpal hitam, kemudian tumpahkan jerami padi yang sudah di cacah lalu ratakan. Larutkan urea dengan air didalam gelas plastic. Lalu larutan urea di percikkan pada jerami padi yg sudah diratakan sebelumnya hingga semua bagian terkena percikan. Setelah itu masukkan jerami padi ke dalam kantong plastik, ikat dan pastikan tidak ada gelembung udara didalamnya. Kemudian disimpan selama 3 minggu. Setelah proses amoniasi selesai, jerami padi amoniasi dikeluarkan dari plastik dan di oven dengan suhu 60º C selama 24 jam. Kemudian setelah dioven, digiling dan dianalisis proksimat untuk mengetahui kandungan zat makanannya.
Metoda yang digunakan pada praktikum Mineral block yaitu campurkan Tepung daun singkong dengan onggok hingga homogen, lalu sisihkan(Campuran I). Haluskan urea tambahkan mineral mix dan semen diaduk hingga homogen(Campuran II). Larutkan garam halus dengan air. Satukan campuran I dan II, aduk hingga homogen dan tambahkan pula larutan garam aduk hingga homogen. Setelah homogen, tambahkan molasses dan homogenkan kembali. Siapkan paralon, kemudian letakkan triplek sebagai alas, masukkan sampel dan tutup kembali dengan triplek. Pukul-pukul hingga memadat dan tercetak berbentuk block-block, keluarkan dari cetakan. setelah itu di oven lalu dilakukan uji fisik.
BAB III
3.1. FEED COMPLETE BLOCK
3.1.1. Data Analisis Proksimat Feed Complete Block
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil analisis proksimat dari feed Complete Block hari ke-3,6 dan 9 Sebagai berikut:
Tabel 1. Data Analisis proksimat feed complete block
Perlakuan |
Kadar Air (%) |
Bahan Kering (%) |
Kadar Abu (%) |
Protein Kasar (%) |
Serat Kasar (%) |
Hari Ke-3 |
20,33 |
79,67 |
6,33 |
9,19 |
13,00 |
Hari Ke-6 |
18,67 |
81,33 |
8,33 |
5,25 |
13,00 |
Hari Ke-9 |
16,67 |
83,33 |
7,67 |
23,63 |
11,00 |
a. Kadar Air dan Bahan Kering
Berdasarkan Tabel 1, maka dapat diketahui bahwa kadar air feed complete block berbahan rumput lapang mengalami penurunan dari hari ke-3, 6 dan 9 yaitu 20,33%; 18,67% dan 16,67%. Menurut Mukhlis, (2017) Semakin lama penyimpanan maka kadar air akan terus meningkat meskipun pada awal penyimpanan kadar air. Walaupun demikian, data hasil praktikum masih sesuai dengan hasil analisis Wati, E.I (2010), yang menyatakan bahwa Perlakuan pemanasan ini dilakukan untuk mengurangi kandungan air karena kadar air untuk pakan kurang dari 14%. Berdasarkan nilai kadar air tersebut dapat diketahui bahwa biskuit pakan limbah tanaman jagung dan rumput lapang ini berada pada kisaran yang normal yaitu kurang dari 14%. Dari hasil analisis tersebut, dapat diketahui bahwa feed complete block hasil praktikum kadar airnya diatas kisaran normal. Perubahan yang terjadi pada sampel praktikum juga dijelaskan oleh Sabri, R. (2017) yang menyatakan bahwa perubahan suatu kadar air pada wafer dipengaruhi oleh suhu tempat penyimpanan wafer tersebut, semakin rendah kelembaban pada tempat penyimpanan wafer maka tidak terjadi reaksi penyerapan kelembaban pada wafer. Ini juga sesuai dengan pendapat Retnani, et al. (2009), yang menyatakan bahwa Semakin tinggi nilai kadar air, kerapatan, dan berat jenis maka semakin baik bentuk wafer pakan dalam penyimpanan.
Kandungan bahan kering feed complete block juga dapat diketahui dengan melihat tabel 1.Berbeda dengan kadar air, kandungan Bahan kering justru mengalami peningkatan dari hari ke-3, 6 dan 9 yaitu 79,67%; 81,33% dan 83,33% . Menurut Rafles, A.E., dkk (2016), Hal ini diduga sebagian besar air keluar dari produk, sehingga air yang tertinggal dalam produk inilah yang menyebabkan kadar air menjadi tinggi dan bahan kering menjadi rendah. Menurut Faharuddin, (2014) peningkatan kehilangan bahan kering juga dipengaruhi oleh peningkatan kadar air yang berasal dari fermentasi gula sederhana. Menurut Retnani, Y., (2009), Wafer dengan kandungan rumput lapang memiliki rongga yang lebih sedikit dibandingkan dengan klobot dan jerami jagung, sehingga penguapan yang terjadi lebih lambat, sedangkan pada wafer dengan campuran antara klobot dan rumput memiliki rongga yang lebih banyak dan besar sehingga penguapan berjalan cepat.
b. Kadar Abu
Persentase kadar abu dapat dilihat pada tabel 1. Kadar Abu mengalami peningkatan dari penyimpanan hari ke-3 sampai 6, sedangkan dari hari ke-6 sampai hari ke-9 mengalami penurunan yaitu 6,33%; 8,33% dan 7,67%. Hal ini sesuai dengan pendapat Iqbal, Z., dkk (2016), Peningkatan kadar abu tersebut terjadi akibat penurunan bahan organik dari proses fermentasi dengan adanya proses degradasi bahan (substrat) oleh mikroorganisme.Menurut Indayani, D (2014), sebagian besar komponen bahan kering terdiri dari komponen bahan organik, perbedaan keduanya terletak pada kandungan abunya.
c. Protein Kasar
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa kandungan protein kasar dalam feed complete block rumput lapang mengalami penurunan dari penyimpanan hari ke-3 sampai 6, sedangkan dari hari ke-6 sampai hari ke-9 mengalami peningkatan yaitu 9,19%; 5,25% dan 23,63%. Perbedaan data protein kasar hari ke-6 dan hari ke-9 ini sangat tidak logis karena peningkatannya begitu drastis. Hal ini diduga karena kurangnya ketelitian pada saat praktikum, kesalahan penggunaan larutan, dan kesalahan saat perhitungan titer blangko. Perbedaan kandungan protein kasar tersebut bisa dipengaruhi oleh perbedaan bahan penyusun feed complete block. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisa Fariani, A., dkk (2013), bahwa formulasi nilai protein kasar masing-masing bahan yaitu pelepah sawit giling fermentasi 6,13%, serat perasan sawit 6,22%, solid 11,1% dan molases 5,30%. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Fitriani dan Hasyim Asyari (2017), yang menyatakan bahwa Kadar protein kasar yang tinggi dapat dipengaruhi oleh level pemberian bahan penyusun pakan. Kandungan protein di dalam ransum akan memengaruhi tingkat konsumsi ransum pada ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Rustiyana, E., dkk(2016), yang menyatakan bahwa Faktor yang memengaruhi kecernaan protein kasar pada ransum adalah kandungan protein kasar di dalam ransum yang dikonsumsi oleh ternak. Menurut Triyanto, E. (2013) Pada hari ke-42 kadar protein mengalami kenaikan, hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya degradasi karbohidrat dan senyawa organik lain dan hasilnya lepas ke udara yang mengakibatkan peningkatan kembali kadar protein kasar.
d. Serat Kasar
Untuk kandungan serat kasar, dapat dilihat berdasarkan tabel 1 yang menunjukkan bahwa kandungan serat kasar feed complete block pada hari ke-3 dan 6 tidak mengalami perubahan, sedangkan dari hari ke-6 sampai 9 mengalami penurunan yaitu 13,00%; 13,00% dan 11,00%. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisa Rustiyana, E., dkk(2016), bahwa perbedaan kandungan serat kasar pada ransum dapat disebabkan oleh kandungan serat kasar pada bahan pakan penyusun ransum. Pada penelitian ini bahan penyusun ransum yang berbeda adalah rumput gajah dan pelepah daun sawit. Tingginya kandungan serat kasar akan menurunkan daya cerna. Hal ini sesuai dengan pendapat Fitriani dan Hasyim Asyari (2017), yang menyatakan Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan komplit akan menurunkan daya koefisiensi cerna dalam bahan pakan tersebut, karena serat kasar mengandung bagian yang sukar untuk dicerna.
3.1.2. Data Uji Fisik Feed Complete Block
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil analisis proksimat dari feed Complete Block hari ke-3, 6, dan 9 Sebagai berikut:
a. Bentuk Fisik
Berdasarkan tabel 2, maka dapat diketahui bahwa hasil praktikum uji fisik pada hari ke-3, 6 dan 9 feed complete block dengan bahan rumput lapang dan bagase tebu memiliki bentuk fisik bulat keras (berbentuk seperti block-block) karena dicetak menggunakan paralon.
Tabel 2. Data Uji Fisik Feed Complete Block
Parameter |
Lama Penyimpanan |
||
Hari ke-3 |
Hari ke-6 |
Hari ke-9 |
|
Bentuk Fisik |
Bulat keras |
Bulat keras |
Bulat keras |
Warna |
Cokelat Kekuningan |
Cokelat keabu-abuan |
Cokelat kehijauan |
Aroma |
Tengik |
Tengik |
Tengik, tidak enak |
Tekstur |
Kasar |
Kasar |
Kasar |
Kerapatan |
Rapat |
Rapat |
Rapat |
b. Warna dan Aroma
Berdasarkan tabel 2, maka dapat diketahui bahwa pada hari ke-3, 6 dan 9 terjadi perubahan kualitas pada feed complete block berbahan rumput lapang. Perubahan ini menandakan bahwa lama penyimpanan berpengaruh terhadap kualitas feed complete block, perubahan yang mencolok terutama pada perubahan warna dan aroma. Aroma feed complete block adalah tengik, karena salah satu bahan penyusunnya adalah bungkil kelapa. Perubahan warna terjadi dari cokelat kekuningan menjadi cokelat keabu-abuan kemudian menjadi cokelat kehijauan. Menurut Wati, E.I (2010), bahwa warna coklat tersebut disebabkan karena adanya reaksi pencoklatan (browning) secara nonenzimatis yaitu reaksi antara asam organik dengan gula pereduksi.
c. Tekstur
Tekstur feed complete block kasar, ini dapat dilihat pada tabel 2. Permukaan feed complete block memiliki tekstur yang kasar, ini karena bahan yang digunakan adalah rumput lapang. Untuk yang berbahan bagase tebu teksturnya sedikit kasar. Berdasarkan penelitian Amiroh, I. (2008), Permukaan wafer rumput lapang lebih kasar bila dibandingkan dengan wafer pucuk tebu, ampas tebu serta campuran pucuk dan ampas tebu, sedangkan wafer ampas tebu memiliki permukaan yang lebih halus bila dibandingkan dengan wafer lainnya.
d. Kerapatan
Pada pengamatan hari ke-3 sampai dengan hari ke-9, Kerapatan feed complete block masih rapat, padat karena melalui proses penekanan berkali-kali, sehingga menjadi padat dan tidak mudah hancur. Hal tersebut seperti yang dijelaskan oleh Wati, E.I (2010), biskuit pakan yang mempunyai kerapatan rendah akan memperlihatkan bentuk yang tidak terlalu padat, tekstur yang lebih lunak dan memiliki rongga-rongga. Menurut Widiarti, W. (2008), Kerapatan sumber serat rumput lapang sama dengan kerapatan sumber serat kombinasi pucuk dan ampas tebu. Kerapatan sumber serat ampas tebu sama dengan kerapatan sumber serat pucuk tebu. Tetapi kerapatan sumber serat ampas dan pucuk tebu lebih tinggi jika dibandingkan dengan sumber serat rumput lapang ataupun kombinasi dari pucuk dan ampas tebu. Retnani, Y. (2009) menambahkan, hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kadar air wafer penelitian menyebabkan ruangan yang diisi air lebih banyak sehingga kerapatan wafer menurun.
3.2. AMONIASI
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil amoniasi sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil analisis Proksimat Amoniasi
Sampel |
Perlakuan |
BK (%) |
KA (%) |
ABU (%) |
PK (%) |
SK (%) |
Jerami Padi |
P0 |
91,00 |
9,00 |
70,00 |
17,06 |
36,00 |
P1 |
95,33 |
4,67 |
11,33 |
4,38 |
27,00 |
|
P2 |
95,00 |
5,00 |
12,00 |
13,13 |
29,00 |
|
P3 |
95,67 |
4,33 |
13,33 |
17,88 |
27,00 |
|
P4 |
94,67 |
5,33 |
13,33 |
26,25 |
22,00 |
Keterangan : P0 = Sebelum Amoniasi (Pembanding), P1 = Jerami Padi + Urea 4 %, P2 = Jerami Padi + Urea 6 %, P3 = Jerami Padi + Urea 8 %, P4 = Jerami Padi + Urea 10 %
a. Bahan kering dan kadar Air
Berdasarkan data pada tabel 3, maka dapat diketahui bahwa kandungan bahan kering Jerami Padi mengalami peningkatan pada Perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yaitu 95,33%; 95,00%; 95,67% dan 94,67% dengan bahan kering pembanding 91,00%. Hanafi N.D (2004) semakin tinggi kandungan urea pada pakan dalam proses pengawetan jerami padi maka akan semakin tinggi kandungan bahan kering. Hanum Z (2011) menyatakan Bahan kering perlu diamati karena pada bahan kering terdapat zat-zat makanan yang diperlukan tubuh baik untuk pertumbuhan maupun untuk reproduksi. Zain. M (2009) menyatakan terjadinya peningkatan kecernaan bahan kering jerami padi yang difermentasi dengan urea dibandingkan yang tidak difermentasi (52,0% vs 50,4%) pada ternak kambing.Berbeda dengan kandungan bahan kering Jerami padi amoniasi, kadar air pada jerami padi amoniasi mengalami penurunan pada Perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yaitu 4,67%; 5,00%; 4,33% dan 5,33%) dengan Kadar air pembanding 9,00%.
b. Kadar Abu
Hanum Z (2011) menyatakan Abu merupakan hasil pembakaran sempurna dari suatubahan, sampai semua senyawa organiknya telah berubah gas dan menguap, sedangkan hasil sisanya yang tertinggal adalah oksida mineral atau yang disebut abu. Berdasarkan data pada tabel 3, maka dapat diketahui bahwa kadar abu jerami padi amoniasi mengalami penurunan pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 yaitu 11,33%; 12,00%; 13,33%, dan 13,33%) dengan kadar abu pembanding sebesar 70,00%. Menurut Hastuti D, dkk ( 2011)Peningkatan kadar abu ini sebenarnya tidak diharapkan, karena semakin meningkatnya kadar abu, berarti kandungan bahan organik akan semakin berkurang. Peningkatan kadar abu ini bisa terjadi karena dalam proses fermentasi akan terjadi penurunan bahan organik, karena adanya proses degradasi bahan (substrat) oleh mikroba. Semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu secara proporsional.
c. Protein Kasar
Berdasarkan tabel 3, maka dapat diketahui bahwa Protein kasar Jerami Padi Amoniasi mengalami penurunan pada perlakuan P1 (4,38%), namun mengalami peningkatan pada perlakuan P2, P3 dan P4 yaitu 13,13%; 17,88% dan 26,25% dengan protein kasar pembanding sebesar 17,06%. Menurut Hastuti D, dkk ( 2011) Peningkatan lama waktu pemeraman menyebabkan meningkatnya kesempatan mikroba (dari starter biofad) untuk melakukan pertumbuhan dan fermentasi, sehingga semakin lama waktu pemeraman maka jumlah mikroba juga semakin banyak dan akan menambah jumlah protein kasar
d. Serat Kasar
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa kandungan serat kasar jerami padi amoniasi pada perlakuan P1, P2, P3 dan P4 mengalami penurunan yaitu 27,00% 29,00%; 27,00% dan 22,00% dengan serat kasar pembanding sekitar 36,00%. Menurut Hastuti D, dkk (2011) Penurunan kandungan serat kasar ini disebabkan karena adanya proses perlakuan amoniasi fermentasi telah dilakukan. Proses amoniasi berfungsi untuk merenggangkan ikatan serat dan memutus sebagian ikatan selulosa dengan lignin, yang kemudian akan didegradasi lebih lanjut dalam proses fermentasi. Ini sesuai dengan Pendapat Bata, M (2008) Kandungan serat kasar jerami amoniasi semakin menurun sejalan dengan bertambahnya level molases. Hal ini disebabkan perlakuan urea dan penambahan molases pada proses amoniasi jerami padi mampu mereng-gangkan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa, selain itu juga suasana asam dari fermentasi molases oleh bakteri asam laktat memper-mudah renggangnya ikatan tersebut. Menurut Hanum Z (2011)Ada dugaan bahwa penurunan serat kasar jerami padi disebabkan karena degradasi komponen serat kasar oleh mikroorganisme rumen menjadi asam –asam organik dalam proses fermentasi. Dengan dirombaknya sellulosa dan peregangan ikatan komplek yang merupkan salah satu komponen serat kasar, maka kandungan serat kasar turun.
3.3. MINERAL BLOCK
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil Uji Fisik pada Mineral block sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil analisis Uji Fisik Mineral block
Parameter |
Keterangan |
Uji Benturan |
Tahan banting |
Warna |
Hijau tua |
Aroma |
Menyerupai tempe busuk / langu |
Tekstur |
Kasar |
Menurut Ditjennak (2007), pembuatan mineral blok menggunakan bahan molasses karena molasses merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan mineral yang cukup dan disukai ternak karena baunya manis disamping membantu fiksasi nitrogen urea dalam rumen juga dalam fermentasinya menghasilkan asam-asam lemak atsiri yang merupakan sumber enenrgi yang penting untuk biosintesa dalam rumen, disukai ternak dan tetes tebu memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap daya cerna. Menurut Yusmadi, (2015), semakin banyak penggunaan molasses pada perlakuan akan memperkuat proses daya ikat mineral blok, semakin banyak jumlah molasses yang digunakan akan semakin bagus terhadap daya ikat mineral blok.
a. Uji Benturan
Mineral block yang di uji benturan, ternyata setelah di jatuhkan dari ketinggian kira-kira 100 cm tetap utuh dan tanpa retak, ini membuktikan bahwa mineral block tersebut tahan banting.
b. Warna
Warna mineral block berbahan daun singkong adalah hijau tua, karena menggunakan bahan daun singkong yang berwarna hijau. Selain itu terdapat warna sedikit kecoklatan disisi bawah mineral block akibat di oven.
c. Aroma
Aroma dari mineral block berbahan daun singkong yaitu beraroma menyerupai tempe busuk atau bias juga dikatakan menyerupai aroma khas daun singkong dengan sedikit aroma gosong karena di oven.
d. Tekstur
Mineral Block berbahan daun singkong bertekstur kasar, karena menggunakan bahan – bahan yang tidak dibuat halus, dan ini membuat permukaan mineral block menjadi kasar.
BAB IV
4.1. Kesimpulan
Lama penyimpanan berpengaruh terhadap kualitas fisik dan kimia feed complete block rumput lapang. Pengaruh fisik terutama pada warna dan aroma. Sedangkan pengaruh kimia adalah penurunan kadar air, peningkatan bahan kering, penurunan kadar abu, peningkatan protein kasar dan penurunan serat kasar. Hasil analisis Proksimat dari jerami padi amoniasi bahwa Kandungan Bahan Kering mengalami peningkatan dari pembanding. Kadar air mengalami penurunan dari pembanding. kadar abu mengalami penurunan dari pembanding. Protein kasar rata-rata mengalami peningkatan kecuali perlakuan P1 yang mengalami penurunan. serat kasar mengalami penurunan dari pembanding. Peningkatan kualitas jerami padi dapat dilakukan secara kimia melalui amoniasi menggunakan urea. Mineral block mamiliki ketahanan banting, warna hijau tua, aroma menyerupai tempe busuk/langu dan tekstur kasar.
4.2. Saran
Praktikum kedepannya supaya lebih teliti, kompak dan serius dalam mengerjakan praktikum-praktikum terutama analisis kimia, karena kesalah kecil dapat menjadi fatal.
DAFTAR PUSTAKA
Armina Fariani, Arfan Abrar dan Gatot Muslim, 2013. Kecernaan Pelepah Sawit Fermentasi dalam Complete Feed Block (CFB) untuk Sapi Potong. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 2, No.2: 129−136, Oktober 2013. ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015
Dewi Hastuti, Shofia Nur A, Baginda Iskandar. 2011. Pengaruh Perlakuan Teknologi Amofer (Amoniasi Fermentasi) Pada Limbah Tongkol Jagung Sebagai Alternatif Pakan Berkualitas Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. VOL. 7. NO. 1, HAL 55 – 65
Ditjennak. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan Sapi. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam Sumbawa. Sumatera Selatan.
Eka Indah Wati, 2010. Uji Kualitas Sifat Fisik dan Palatabilitas Biskuit Limbah Tanaman Jagung sebagai Substitusi Sumber Serat untuk Domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institute Pertanian Bogor.
Erma Rustiyanaa, Limanb, Farida Fathulb, 2016. Pengaruh Substitusi Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum) dengan Pelepah Daun Sawit terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Kecernaan Serat Kasar pada Kambing. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2): 161-165, Mei 2016.
Fitriani dan Hasyim Asyari, 2017. Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Pakan Komplit Berbasis Tongkol Jagung dengan Penambahan Azolla sebagai Pakan Ruminansia. Jurnal Galung Tropika. Vol 6 (1) April 2017. Hal. 12-18. ISSN Online 2407-6279. ISSN Cetak 2302-4178.
Iswatin Amiroh, 2008. Pengaruh Wafer Ransum Komplit Limbah Tebu dan Penyimpanan terhadap Kualitas Sifat Fisik. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institute Pertanian Bogor.
Muhamad Bata. 2008. Pengaruh Molases Pada Amoniasi Jerami Padi Menggunakan Urea Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik In Vitro. Agripet Vol 8, No. 2.
M. Zain. 2009. Substitusi Rumput Lapangan dengan Kulit Buah Coklat Amoniasi dalam Ransum Domba Lokal. Media Peternakan, hlm. 47-52. Vol. 32 No. 1.ISSN 0126-0472.
Nevy Diana Hanafi. 2004. Perlakuan Silase Dan Amoniasi Daun Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Pakan Domba. Digitized By Usu Digital Library. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Rafles, A. E. Harahap dan D. Febrina. 2016. Nilai Nutrisi Ampas Tebu (Bagasse) yang Difermentasi Menggunakan Starbio® pada Level yang Berbeda. Jurnal Peternakan Vol 13 No 2 September 2016 (59 - 65). Issn 1829 – 8729.
Weny Widiarti, 2008. Uji Sifat Fisik dan Palatabilitas Ransum Komplit Wafer Pucuk dan Ampas Tebu untuk Pedet Sapi Fries Holland. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Yuli Retnani, Suhail Basymeleh, Lidy Herawati1, 2009. Pengaruh Jenis Hijauan Pakan dan Lama Penyimpanan terhadap Sifat Fisik Wafer. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan November, 2009, Vol. XII, No. 4.
Yusmadi, khairi, dan suryani. 2015. Pengaruh Pemakaian CaCO3 dan Molases terhadap peningkatan kualitas daya ikat dan lama pengerasan mineral blok. Jurnal ilmiah peternakan 3(2) : 39-43. ISSN : 2337-9294.
Zuraida Hanum dan Yunasri Usman. 2011. Analisis Proksimat Amoniasi Jerami Padi Dengan Penambahan Isi Rumen. Agripet Vol 11, No. 1
Komentar
Posting Komentar