Pemeriksaan Kesegaran Air Susu
Susu merupakan bahan makanan yang berasal dari ternak yang bernilai gizi tinggi. Selain kaya akan protein juga kaya akan kalori, mineral, dan hampir semua zat yang dibutuhkan oleh manusia, zat ini sangat mudah dicerna dan diserap oleh darah dengan sempurna. Susunan zat gizi yang sempurna dari susu ini merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga susu sangat peka terhadap kontaminasi mikroba serta sangat mudah busuk (Idris, 1992). Oleh karena itu, sebelum dikonsumsi ada baiknya melakukan uji pemeriksaan kesegaran air susu. Pada artikel ini, ada beberapa cara sederhana yang dapat dilakukan apabila ingin menguji kesegaran air susu. Diantaranya :
Uji Sensorik atau Uji Orgnoleptik
Uji Organoleptik adalah uji yang dilakukan dengan menggunakan alat indera manusia untuk mengetahui mutu dari suatu benda. Pada uji organoleptik, kita dapat mengetahui kualitas air susu yang diamati dengan menggunakan panca indera untuk mengetahui warna, bau, rasa, dan konsistensi dari air susu. Berikut adalah beberapa uji organoleptik yang dapat dilakukan pada air susu:
a. Uji Warna
Uji warna dilakukan dengan mengamati langsung warna dari air susu. Apabila air susu berwarna putih, berarti susu tersebut normal (baik). Bila berwarna biru, berarti susu tersebut dicampur dengan air. Bila berwarna kuning, berarti susu tersebut banyak mengandung karoten. Bila berwarna merah, berarti pada susu tersebut terdapat darah.Warna putih pada air susu disebabkan karena warna kasein. Warna kasein yang murni berwarna putih seperti salju. Di dalam susu, kasein ini merupakan disfersi koloid sehingga tidak tembus cahaya yang mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih (Buda,et al.,1980). Kadang-kadang susu berwarna agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen kuning utama dari lemak susu. Banyaknya karoten dalam susu (warna kuning) tergantung dari bangsa, spesies, individu, umur, masa laktasi dan pakan hijauan yang dimakan oleh sapi (Diastari dan Agustina, 2013).
b. Uji Bau
Air susu memiliki bau susu yang khas. Faktor yang mempengaruhi bau air susu adalah pemberian pakan, macam bahan pakan yang diberikan dan persiapan sapi yang akan diperah. Jika terjadi penyimpangan terhadap bau susu maka dapat terjadi perubahan seperti : bau asam, tengik dan busuk serta rasa susu akan berubah (Sumudhita, 1989).
c. Uji Kekentalan
Penggumpalan merupakan sifat susu yang sangat khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam. Enzim Proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan penggumpalan air susu.Kerja enzim ini biasanya terjadi dalam tiga tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam partikel-partikel kasein, diikuti dengan perubahan keadaan partikel kasein itu sebagai akibat kerja enzim dan terakhir mengendapnya kasein yang telah berubah itu sebagai garam kalsium atau garam kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan untuk proses pengendapan. Jika terjadi penyimpangan maka susu dapat berubah cair bahkan dapat terlalu kental hal ini disebabkan karena faktor pemerahan dan faktor ternak tersebut (Buckle et al. 1987). Pada uji kekentalan, masukkan sampel air susu ke dalam tabung reaksi. Kemudian miringkan dan ditegakkan kembali. Perhatikan air susu yang membasahi dinding tabung. Susu normal akan membasahi dinding, tidak berlendir atau berbutir dan busa yg terbentuk akan segera hilang.
d. Uji Rasa
Menguji rasa dari susu dilakukan dengan cara meneteskan air susu ketelapak tangan dan dicicipi. Bila agak manis berarti susu tersebut normal (baik). Citarasa susu sendiri dipengaruhi oleh kadar lemak, protein, dan mineral yang terdapat pada susu. Faktor yang mempengaruhi bau dan rasa susu adalah pemberian pakan, macam bahan pakan yang diberikan dan persiapan sapi yang akan diperah. Pada akhir masa laktasi, kadar protein dan mineral sangat tinggi, sehingga rasa susu yang dihasilkan sedikit asin. Susu murni mempunyai rasa sedikit manis ini disebabkan oleh laktosa dan kadar Cl yang rendah. Penyimpangan rasa seperti : rasa tengik disebabkan oleh kuman asam mentega, rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei, rasa lobak disebabkan oleh kuman coli (Sumudhita, 1989).
Uji Kebersihan dengan Metode Saring
Pada uji kebersihan dengan metode saring, terlebih dahulu homogenkan 500 ml sampel air susu. Tuangkan sampel air susu secara perlahan – lahan melalui dinding corong, pada mulut corong telah terpasang kertas saring. Air susu ditampung dalam tabung Erlenmeyer. Setelah kertas saring dilepaskan, amati kotoran yang tertinggal dikertas saring tersebut. Kotoran dapat berupa bulu, potongan rambut, pasir, feces dan lain-lain. Untuk lebih jelas, masukkan kertas saring dalam incubator atau lemari agar kering. Periksalah kotoran yang tampak pada kertas saring dan nilailah banyaknya kotoran dan jenis kotoran yang tampak. Air susu dalam keadaan bersih apabila dilakukan penyaringan tidak terdapat benda lain yang tertinggal di kertas saring.
Pengukuran pH Air Susu dengan pH meter
Gambar 2. Pengukuran pH Air Susu
Prinsip pada uji derajat asam yaitu secara titrasi ditetapkan kadar asam yang terbentuk dalam susu. Asam yang terbentuk sebagian besar karena perombakan laktosa menjadi asam akibat kerja mikroorganisme (Diastari, 2013). Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Nilai pH dapat diartikan suatu kondisi yang bersifat kebasaan atau keasaman. Pembentukan asam dalam air susu disebabkan karena aktivitas bakteri yang memecah laktosa membentuk asam laktat. Persentase asam dalam susu dapat digunakan sebagai indikator umur dan penanganan susu (Soewedo, 1982). Normalnya pH pada susu dapat disebabkan karena adanya kasein, buffer, fosfat, dan sitrat. Selain itu, kenaikan dan penurunan pH ditimbulkan dari hasil konversi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroorganisme aktivitas enzimatik (Manik, 2006). Pada umumnya, pH susu sapi berkisar antara 6,3-6,75. Bila pH menjadi 6 dapat disebabkan karena kolostrum atau aktivitas bakteri pembusuk. Nilai pH susu yang meningkat akan menyebabkan viskositas susu juga meningkat sebagai akibat pecahnya butiran kasein (Wendt et al., 1998).
Uji Alkohol
Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama kasein. Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama banyaknya (Diastari, 2013). Pada Uji Alkohol, terlebih dahulu masing-masing tabung reaksi diisi 3 ml air susu, pada tabung 1 ditambahkan 3 ml alcohol 68 %, tabung 2 ditambahkan 3 ml alcohol 70 %, tabung 3 ditambahkan 3 ml alcohol 75 %, tabung 4 ditambahkan 3 ml alcohol 96 %. Masing-masing tabung dikocok dan diamati. Adanya gumpalan-gumpalan putih pada dinding tabung reaksi menunjukkan bahwa air susu pecah, maka air susu tersebut asam dan hasil uji positif. Sedangkan bila air susu tidak pecah dan tetap homogen, hasil uji dinyatakan negatif dan air susu normal (baik).
Uji Didih/ uji masak
Prinsip
pada uji didih yaitu, susu yang memiliki kualitas
yang tidak bagus akan pecah ataupun
menggumpal bila melalui proses didih. Bila susu dalam keadaan asam menjadikan kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein
ini yang akan mengakibatkan pecahnya susu, tetapi
apabila susu dalam keadaan baik maka hasil
yang dapat dilihat dari uji didih adalah susu
masih dalam keadaan homogen atau tidak pecah (Diastari,
2013). Uji Didih / Uji Masak pada
air susu dilakukan dengan memasukkan 5 ml air susu kedalam tabung reaksi dan panaskan sampai
mendidih. Bila terdapat butiran dan air susu tidak homogen, berarti air susu pecah (air susu rusak) dan hasil uji positif, bila susu tetap homogen berarti susu masih baik dan hasil uji negatif. Hasil
uji negatif (-) jika tidak ada gumpalan-gumpalan putih di
dinding tabung reaksi, dan air susu masih
homogen. Ini menunjukkan bahwa air susu dalam
keadaan baik/normal.
Uji reduktase dengan biru metilen
Mutu mikrobiologi air susu ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terkandung dalam susu. Untuk melihat mikroba yang terkandung maka dilakukan uji reduktase pereaksi methylene blue. Methylene blue menyebabkan warna susu menjadi biru dan berangsur menjadi putih kembali. Lamanya waktu perubahan warna dari biru menjadi putih ini sebagai dasar penentuan perkiraan jumlah bakteri (Umar et al. 2014). Uji Reduktase dilakukan dengan memasukkan air susu ke dalam tabung reduktase yang telah disterilkan dan diisikan masing-masing 0,5 ml larutan methylen blue ke dalam tabung tersebut dengan menggunakan pipet 0,5 ml. Tabung reduktase disumbat dengan aluminium foil dan diikat dengan gelang karet. Kemudian di bolak-balik sampai warna biru merata. Kemudian dilakukan inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37° C. Setiap setengah jam perlakuan diperiksa untuk mengetahui perubahan warna. Angka reduktase ditentukan berdasarkan waktu (jam) terjadinya perubahan warna methylen blue menjadi tidak berwarna. Semakin banyak bakteri di dalam susu maka semakin cepat terjadinya perubahan warna biru menjadi putih (Fardiaz, 1989). Mutu susu dapat diterima apabila lama warna biru hilang lebih dari 2 jam dan kurang dari 6 jam dan di perkirakan jumlah bakteri per ml adalah 4.000.000-20.000.000 (Hadiwiyoto, 1994).
DAFTAR PUSTAKA
Buda, I K, I.B. Arka, I K. Sulandra, I G P. Jamasuta, dan I K Arnawa. (1980). Susu dan Hasil Pengolahanya. Bagian Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan. Universiyas Udayana. Denpasar.
Diastari, I.G.A.F dan K.K. Agustina. 2013. Uji organoleptik dan tingkat keasaman susu sapi kemasan yang dijual di pasar tradisional kota Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus 2(4) : 453 -460
Hadiwiyoto. S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta. http//: mikro.blogspot. com/2010/08/mekanisme-perubahan-warnabiru-metilen. html.
Idris, L. 1992. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Universitas Brawijaya, Malang
Manik, E. (2006). Olahan Susu. Jakarta : Pusat Unit Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Soewedo. 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Umar, Razali, dan A. Novita. 2014. Derajat keasaman dan angka reduktase susu sapi pasteurisasi dengan lama penyimpanan yang berbeda. Jurnal Medika Veterinaria 8(1):43-46.
Wendt, K., K.H. Lottheimer, K. Fehlings, and M. Spohr. 1998. Handbuch Mastitis Kamlage Veriage. GmbH and Co., 49082 Osnabruck.
Komentar
Posting Komentar